Ternyata Tidak Semudah yang Dibayangkan

Daftar Isi

Ini kisahku, sudah hampir 4 tahun berlalu aku adalah seorang gadis lulusan SMA yang bertekad kuat ingin melanjutkan sekolah di pondok pesantren. Namaku Aisyah, kebanyakan temanku sewaktu SMA mereka memlilih mendaftarkan sekolah di universitas negeri. Mereka sibuk mengurus persiapan untuk masuk PTN favorite mereka masing-masing. Namun berbeda dengan diriku, aku tak mau ambil pusing dan ribet untuk persiapan itu semua, tanpa pikir panjang aku memilih untuk belajar di pesantren saja. "jawabku spontan". Mengapa??? Pertama, karena aku ingin belajar agama islam yang mendalam dan aku ingin mengahafalkan Al-Qur'an. Kedua, berawal dari melihat teman rumah dan kerabatku yang banyak sekolah di pesantren, itulah yang membuat diriku semangat untuk masuk pesantren. Ketiga, tentunya aku juga mendapatkan dukungan dari kedua orang tua dan keluarga yang lainya. Itu sekilas ceritaku sebelum masuk pondok pesantren.

Beberapa bulan setelah kelulusan SMA, aku memutuskan untuk mendaftarkan diri di pondok pesantren yang berada di kota Wonogiri, lebih tepatnya di desa Mantren, Manyaran. Ya benar di sinilah aku sekolah di "Pondok Pesantren Ar-Rasyid", pada jenjang "Ma'had Aly Ar-Rasyid" setara kuliah D3, aku mahasantri jurusan D3 Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab".

Berbicara tentang pondok pesantren, apa sih pondok pesantren itu?

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan non formal yang memperdalam ilmu atau pendidikan agama islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup sehari-hari dengan mementingkan moral dalam kehidupan masyarakat/umat. Yang di dalamnya ada para siswa atau disebut "santri " yang tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru atau lebih dikenal dengan sebutan ustadz atau kyai atau dan yang lainnya, dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Di zaman sekarang ini memilih pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu adalah suatu pilihan yang tepat, karena pergaulan anak-anak pada zaman sekarang sudah tidak karuan, sudah amburadul. Maka dengan belajar di pesantren adalah salah satu cara untuk membatasi atau meminimalisir pergaulan mereka dan antar lawan jenis. Namun perlu diketahui bahwa belajar ilmu agama tidak harus di pesantren, bisa belajar di mana saja, akan tetapi lebih baiknya tinggal di pesantren, supaya efektif dan lebih konsisten dalam menuntut ilmu.

Aku heran, mengapa aku bisa memilih belajar di Pondok Pesantren Ar-Rasyid ini?

Emmm... mungkin ini sudah ketetapan dari Allah agar aku belajar di sini. Ya benar, aku ucapakan banyak syukur dan terima kasih karena bisa belajar disini.

Akan aku ceritakan sekilas profil dari pondok pesantren Ar-Rasyid.

Pertama, tanggal berdirinya Ponpes Ar-Rasyid tepat pada tanggal 16 juli 2017 Ponpes Ar-Rasyid resmi didirikan dan diletakkan batu pertama oleh Bupati Wonogiri, Bapak Joko Sutopo dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 9 september 2018 oleh Bupati Wonogiri.

Kedua, Ponpes Ar-Rasyid didirikan oleh pimpinan Yayasan Bina Muwahidin, Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. M. Ag حفظه الله تعالى.

Alhamdulillah pondok ini sudah berjalan kurang lebih selama 4 tahun. Susah payah perjuangan dalam membangun pondok pesantren ini terbalaskan karena sebuah cita-cita untuk tetap berdakwah di jalan Allah dan menyiapkan generasi muslim yang berilmu.

Ponpes ini memiliki Visi dan Misi yang penting untuk umat, yaitu menjadi pesantren terdepan dalam membentuk da’i dan da’iyah beraqidah salimah, berakhlak karimah, berilmu amaliyah, dan beramal ilmiyah. Menyelenggarakan pendidikan berbasis Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para salaful ummah. Menyelenggarakan pendidikan ilmu syar’i dan ilmu Bahasa Arab. Melahirkan generasi yang qur’ani, berjiwa da’i/da’iyah, mandiri dan mampu bersaing di dunia global.

Memang sangatlah layak untuk memperjuangkan Visi dan Misi tersebut. Semoga selalu berjaya. "pintaku"

Di sini aku adalah santri angkatan pertama, susah senang kujalani demi mendapatkan sebuah ilmu. 3 tahun lamanya aku belajar di sini, memang tak mudah belajar di pesantren, banyak perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk belajar di sini. Seperti pepatah tiada perjuangan tanpa pengorbanan, dan keberhasilan itu butuh perjuangan dan pengorbanan. Di pondok pesantren kita harus rela meninggalkan bapak, ibu, teman dan bahkan orang-orang yang kita sayangi. Itu adalah suatu hal yang berat bagi kita yang sudah tinggal lama bersama mereka. Tapi hal itu tidaklah terasa berat untuk mereka yang mempunyai tekad kuat untuk belajar di pesantren.

Singkat cerita pengalamanku selama belajar di pesantren, memang tak mudah untuk angkatan pertama ini yang tidak mempunyai kakak tingkat, karena tidak ada yang menjadi panutan bagi kita, tidak ada yang bisa untuk dicontoh dalam keseharian dan belajar. Di tengah-tengah perjalananku menuntut ilmu ada rasa bosan, tidak betah dan ingin berhenti dari pesantren ini, namun terlintas dibenakku masih ada orang tuaku yang menginginkan anaknya sukses dan paham beragama, dan akupun memutuskan untuk tetap berlanjut di pesantren ini.

Di ma'had ini kita diajarkan pelajaran diniyah dengan pengantar bahasa arab. Untuk seorang pemula memang sedikit pusing dan tidak paham, namun seiring berjalannya waktu kita bisa mengikutinya. Belajar bahasa arab, bagaimana cara membaca, menulis dan melafalkannya itu semua diajarkan di sini. Di semester 1, 2, 3 cukup mudah untuk mengikuti pembelajaran dan aku pun mendapatkan nilai yang bagus. Namun di semester 4, 5, 6 sudah berada dilevel yang cukup rumit, perlu extra belajar untuk memahami.

Tibalah pada akhir semester 6, di mana masa yang ditunggu-tunggu. Karena aku akan selesai belajar di sini dan mulai banyak tugas di semester ini. Mulai dari yang mengerjakan tugas bahts, praktek mengajar di dalam kelas, ujian pondok, ujian tahfidz dan lain sebagainya.

Alhamdulillah wa biidznillah semua kulalui dengan lancar.

Namun tidak berakhir begitu saja, masih ada tugas akhir yang harus kujalani. Di mana tidak semudah untuk langsung keluar dari pondok pesantren ini. Aku dan teman- teman seangkatanku diberikan amanah untuk mengabdi kepada pondok ini selama setahun. Sontak saja aku berkata "hah satu tahun lamanya, apakah aku bisa?" tanya pada diriku sendiri. Amanah yang sangat berat bagiku, pengabdian selama setahun ini adalah uji coba bagi diriku. Selain itu kesempatan ini, juga sangat bagus dan sangat membantu. Karena dengan adanya pengabdian ini bisa mengetahui atau menguji hasil dari belajarku yang telah kulewati beberapa tahun lalu.

Atau lebih jelasnya arti dari pengabdian sendiri adalah ketika kita memberikan lebih dari sekedar untuk kebutuhan kita sendiri dengan apa yang kita mampu tanpa bermaksud pamrih dan memberi manfaat untuk orang lain dan lingkungannya yang dilakukan dengan iklhlas agar mendapatkan ridha dari Allah.

Kemudian ustadz pun membacakan bagian tugas per masing-masing pengabdian. Di mana ada pangabdian yang akan dikirim di luar pondok dan ada yang masih bertahan di dalam pondok. Berdegub kencang jantung ini, tibalah namaku disebut dan aku ternyata......???? masih bertahan di dalam pondok yang sama. Setelah mendengarnya aku pun merasa bingung. Apakah aku harus senang atau sedih? Aku ditempatkan pada bagian SMP putri di pondok ini. Tugasku adalah mengajar di dalam kelas, menyimak hafalan Al-Qur’an dan Hadits, menjaga koperasi dan sekaligus sebagai musyrifah kamar untuk para santri SMP. Aku merasa tidak mampu, tidak percaya diri dan masih takut. Karena ilmu yang ku punya belum seberapa, mengingat bahwa menjadi seorang yang bisa dibilang nantinya menjadi teladan bagi santrinya adalah hal yang tidak mudah.

26 Juni 2021 penetapan kami menjadi pengabdian telah diresmikan. Amanah yang diberikan ustadz menjadi tanggung jawab kami. Semenjak itulah kami pengabdian dipanggil dengan sebutan ustadzah. Adek kelas yang dulunya sering memanggil kita ukhty, dan sekarang dipanggil dengan ustadzah adalah hal yang masih risih dan asing untuk kudengar karena belum terbiasa akan hal itu. Aku merasa tidak percaya dan juga belum pantas. Namun dengan sebutan tersebut ada baiknya juga, karena tidaklah main-main dengan gelar tersebut. Bahwasanya ada beban yang harus kita tanggung agar bisa menjadi panutan dan teladan yang baik untuk para santri dan adek kelas. Dan adanya panggilan tersebut, supaya mempunyai rasa saling mengormati sesama yang lainya.

"Hmmm..." aku bergumam.

Hari demi hari kulewati, dan lama kelamaan aku sudah terbiasa dengan panggilan ustadzah ini.

Hari pertama aku masuk kelas, gemetar tubuh ini dan rasanya panas dingin. Aku merasa sangat grogi, berdegub kencang jantungku "dug....dug .....dug... " rasanya mau copot saja jantungku ini. Kelas pertama ku awali dengan berkenalan dengan anak- anak dan obrolan santai. Satu jam telah berlalu bel berbunyi. "teeet.... teeet" waktu mengajarku sudah habis, aku merasa lega dan menghela nafas panjang. Langsung aku bergegas dan meninggalkan kelas. Selama satu minggu aku mendapatkan 5 jam pertemuan mengajar di kelas, dan mengampu 3 mata pelajaran.

Menjadi seorang pendidik ternyata tidak semudah yang dibayangkan, kalau lah disuruh untuk memilih, aku akan memilih menjadi santri dari pada menjadi ustadzah. Memang benar jika ingin ilmu itu selalu mengiringi dan ada di dalam benak kita, salah satunya adalah dengan mengajarkan dan mengamalkan ilmu yang telah kita dapat. Maka dari situ kita bisa mengulang kembali ilmu yang telah kita dapatkan. Bahkan tidak hanya sekedar menyampaikan saja namun kita juga perlu belajar lagi. Menjadi guru itu adalah hal yang luar biasa, harus mempunyai wawasan yang banyak dan luas. Tidak berpedoman hanya pada satu rujukan saja. Dan tentunya menjadi seorang guru itu bukan berarti sudah berhenti dari masa belajarnya namun ia juga harus tetap belajar dan belajar lagi.

Dan itu yang aku rasakan saat ini, menjadi seorang guru. Awalanya sedikit keteteran, aku harus mempersiapkan bahan ajar untuk hari esok, memahaminya, dan juga memikirkan bagaimana cara menyampaikan di depan mereka semua. Sedikit pusing, malu, dan tidak percaya diri bagi orang yang seperti diriku ini, yang jarang berbicara di depan banyak orang. Namun, itu pengalaman yang sangat berharga untuk diriku. Dan aku sudah mencoba dengan sebaik dan sebisa mungkin.

Dan senangnya lagi, aku bisa menulis di papan tulis dengan tulisan yang tidak miring lagi, dan tentunya dengan tulisan yang besar. Karena biasanya dulu ketika disuruh untuk menulis maju ke depan papan tulis, pasti tulisannya itu selalu kecil seperti menulis di buku tulis saja. Ditambah lagi dengan tulisan yang miring. Memang konyol, namun ini adalah suatu penghargaan tersendiri bagi diriku.

Lanjut, pengalamanku ketika menyimak hafalan Al-Qur’an dan Hadits. Bisa menghafal Al-Qur’an adalah suatu kenikmatan yang luar biasa. Di mana tidak semua orang itu bisa menghafalkannya, hanya orang-orang tertentu saja yang mempunyai kemauan dan tekad. Karena itu jagalah hafalan Al-Qur'an yang engkau miliki. Setiap huruf yang kita lantunkan akan mendapatkan pahala. Dan aku bersyukur sekali bisa menghafalkan Al-Qur’an dipondok pesantren. Mungkin banyak orang diluaran sana menginginkan menjadi seperti kita, namun karena suatu hal lain mereka belum bisa, maka bersyukurlah karena bisa mengenal Al-Qur’an.

Kegiatan halaqoh Al-Qur'an diadakan setiap pagi habis subuh, sore setelah ashar, kemudian maghrib sampai isya' dan lanjut lagi setalah isya’ sampai pukul 20.00 WIB. Tidak terlalu banyak kendala untuk masalah halaqoh ini. Karena aku juga menyukainya, mendengarkan anak-anak melantunkan ayat demi ayat yang telah dihafalkannya. Di sini aku mengampu 4 orang anak saja. Dua diantaranya mereka sudah pandai dalam menghafalnya dan dua sisanya membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menghafal. Memang menyimak hafalan itu juga tidak hanya sekedar mendengarkan saja melainkan juga membenarkan kesalahan bacaan mereka, dan harus extra sabar juga ketika ada anak yang setoran namun tidak lancar, setiap setoran sudah di ulang dua, tiga kali bahkan empat kali namun juga belum lancar juga. Sistem menghafal di sini yaitu, pagi untuk setoran ziyadah atau yang biasa kita sebut menambah hafalan dan untuk sore murojaah atau mengulang hafalan paling tidak dua lembar dari juz yg dihafalkan, setelah maghrib murojaah semua juz yang telah mereka hafalkan, dan setelah isya' adalah Talaqi yaitu membacakan ayat yang ingin di setorkan besok paginya.

Tak jauh berbeda setoran Hadits dengan setoran Al-Qur’an. Setoran Hadits dilaksanakan setiap hari setelah waktu dzuhur paling tidak memakan waktu 30 menit saja. Para santri menyetorkan Hadits dimulai dari hafalan Hadits pendek yaitu Hadits mi’ah kemudian lanjut dengan hadits arbain, ada doa-doa juga dan lainya. Dengan adanya hafalan hadits ini santri diharapkan bisa mengetahui Hadits-Hadits pendek pilihan dan bisa mengamalkannya.

Lanjut lagi pengalamanku menjadi penjaga koperasi, atau sering disebut minimarket Ar-Rasyid. Memang belum sebesar dan sebanyak di toko-toko yang lainnya, tapi ini lebih dari cukup untuk semua penduduk santri di pondok ini. Minimarket ini di buka bebarengan dengan awal pangabdianku. Aku tidak sendiri ada dua temanku yang lainnya yang ikut menjaga minimarket juga. Setiap hari kami menjaga mini market dengan shift berganti-gantian, di mulai dari pukul 07.30 WIB kami sudah mulai buka dan tutup sampai dengan pukul 17.15 WIB. Di samping kegiatan di dalam pondok yang sibuk, kita harus mengatur waktu dengan sebaik mungkin, awalnya aku sedikit keberatan untuk menjaga minimarket ini, karena kegiatan di dalam pondok juga sudah banyak. Namun, karena ini adalah amanah yang telah ustdaz berikan kepada kami, maka kita harus menerimanya. Butuh kerja sama dan saling support dalam bekerja di suatu tim, agar sesuatu yang dijalankan itu bisa berjalan dengan baik dan lancar. Seiring berjalannya waktu aku mencoba untuk menikmati dan setelah kupikir-pikir ternyata menjaga minimarket adalah hal yang sangat seru. Tak hanya itu saja, aku juga mendapatkan pengalaman berupa bisa menghitung untung dan rugi setiap bulannya, mengetahui harga-harga pasaran, menentukan harga barang yang dijual dan hal lain lagi yang sangat seru. Mungkin harapanku semoga saja minimarket pondok ini bisa lebih maju lagi dan menjadi pusat perbelanjaan bagi warga sekitar pondok ini.

Baiklah pengalamanku selanjutnya adalah menjadi musryifah kamar yaitu menjadi seorang pendamping di lingkungan pondok pesantren yang perannya sangatlah dibutuhkan dalam mendampingi dan mengontrol segala bentuk aktivitas santri setiap harinya. Pelibatan musryifah dalam setiap kegiatan pondok pesantren merupakan suatu hal yang sangatlah dibutuhkan, agar pelayanan kepada santri menjadi optimal dan berdampak besar kedepannya terkhususnya dalam kedisiplinan beribadah.

Tugas utama musyrif/ah adalah mengkondisikan dan mendampingi santri dalam kegiatan-kegiatan pondok yaitu, dalam bidang ibadah dan spiritual dan pendampingan dalam bidang akademik. Memastikan para santri ikut dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan pondok dan jika ada santri yang nakal atau bandel, maka para musyrifah berkewajiban untuk menegur atau memberikan nasehat bahkan atau memberikan hukuman kepada para santri. Aku dan satu temanku menjadi musryifah kamar dengan santri sebanyak 13 orang per kamarnya. Menjadi seorang musyrifah haruslah sabar menghadapi para santrinya dengan segala sifat dan karakter yang berbeda beda. Ada yang mudah diatur ada yang susah diatur, malesan, suka ngambekan dan lainya masih banyak lagi. Tak ketinggalan, terkadang seorang musyrifah itu juga memiliki tugas menampung segala aspirasi dan curhatan para santri selama di pondok pesantren. Dan kita di sini dituntut layaknya bisa berperan menjadi pengganti kedua orang tua bagi para santri. Mengurus mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Merawat kebersihan, adab makan, minum, berpakaian dan berbagai dasar hal lainnya. Suka duka menjadi musryifah adalah karena kita bisa berperan menjadi layakanya pengganti orang tua mereka meskipun kita belum menjadi orang tua, dan ini nantinya bisa menjadi bekal kita ketika sudah memiliki anak sendiri. Dan seorang musyrifah adalah seseorang yang menjadi panutan bagi mereka, kalau kita bersikap baik maka mereka pasti akan menirunya, dan sebaliknya kalau kita bersikap buruk maka santri juga akan mencotohnya. Maka dengan itu kita harus selalu berhati-hati dalam setiap bertingkah dan tindakan yang kita lakukan.

Hikmah yang dapat di ambil dari serangkaian cerita di atas adalah bahwa semua yang kita lakukan adalah tidak semudah apa yang dibayangkan. Perlu kerja keras dan perjuangan. Mungkin saja apa yang engkau keluhkan hari ini adalah impian bagi orang diluaran sana, mungkin saja banyak orang diluaran sana yang menginginkan menjadi seperti kita, namun apalah daya mereka tak seberuntung kita, karena semua sudah ada jalannya masing-masing. Beruntunglah kita menjadi bagian di pondok pesantren ini. Dan aku sangat berterima kasih kepada para asatidz dan asatidzah yang telah membimbing kami sampai pada akhir tugas pangabdian ini. Banyak manfaat yang bisa di ambil dari pengabdian ini, tentunya pengalaman ini nantinya akan membantu kami di masa depan untuk bisa menjadi lebih baik lagi.

Satu tahun yang lalu, aku merasa ragu dan tidak percaya, namun sekarang aku bisa sampai pada titik ini, aku bisa melewati semua ini adalah hal yang sangat ku syukuri. Perjuanganku di pesantren ini sudah selesai, namun bukan berarti akhir dari perjuanganku, perjuanganku yang sebenarnya baru akan dimulai.

Penulis : Nur Aisyah

Posting Komentar