Hukum Perayaan Maulid Nabi Menurut 4 Madzhab

Daftar Isi

Banyak kaum muslimin yang bertanya-tanya tentang bagaimana hukum merayakan peringatan maulid nabi. Bagaimana pandangan 4 madzhab tentang perayaan maulid Nabi tersebut. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, maka berikut ini beberapa ulasan yang harus diketahui tentang perayaan maulid Nabi.

  1. Apa itu maulid Nabi ?

    Maulid nabi adalah hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal menurut pendapat yang paling masyhur. Meskipun ada perbedaan pendapat diantara para ulama tentang kepastian tanggal kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi mayoritas kaum muslimin merayakan peringatan maulid Nabi berdasarkan tanggal tersebut.

    Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari senin bulan Rabiul Awwal pada tahun gajah. Ini merupakan Ijma’ ulama, hal ini berdasarkan hadits dari Abu Qatadah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin, maka beliau menjawab :

    ذاك يوم ولدت فيه، و يوم بعثت

    “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana aku diutus menjadi seorang Nabi” (H.R Muslim no. 1162)

    Hari kelahiran Nabi adalah hari yang agung, penuh dengan keberkahan dan kemuliaan. Karena hari itu hari kelahiran seorang nabi terakhir, pemimpin para nabi dan rasul, manusia terbaik pilihan Allah yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Bahkan sebagian ulama menganggap hari kelahiran Nabi lebih utama dari malam lailatul qadar.

  2. Sejarah Munculnya Perayaan Maulid Nabi

    Perayaan maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin, para sahabat maupun para tabi’in. Perayaan maulid Nabi juga tidak pernah dilakukan oleh para imam yang empat seperti Imam Abu Hanifah, imam Syafi’i, imam malik, maupun imam ahmad, dan tidak juga dilakukan oleh para imam ahli hadits seperti Imam Muslim dan Imam Bukhari.

    Perayaan maulid nabi dimulai pada akhir abad ke-4 Hijriyyah. Dan munculnya perayaan maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Syiah Rafidah bersamaan dengan berbagai bid’ah dan kemungkaran yang mereka lakukan terkait perayaan hari asyura, sebagai bentuk kesedihan mereka atas wafatnya Husain bin Ali Radiyallohu Ta’ala Anhu.

    Pada masa itu banyak perayaan-perayaan yang mereka lakukan terkait maulid, diantaranya maulid Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra, serta perayaan maulid yang lainnya yang jumlahnya hampir mencapai 27 perayaan maulid. Semua perayaan itu kemudian hilang dengan runtuhnya Daulah Ubaidiyyah di tangan Salahauddin Al Ayyubi Rahimahullah.[1]

    Kemudian perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dihidupkan kembali oleh orang-orang sufi, sehingga kemudian tersebar luas dan menjadi adat dan kebiasaan kaum muslimin. Sampai-sampai sebagian ulama menganggapnya sesuatu yang baik karena di dalamnya mengandung pembacaan shalawat, dzikir, dan juga sirah nabawi. Bahkan mereka benar-benar mempersiapkan diri untuk menyambut perayaan maulid Nabi. Dan mereka menganggap bahwa perayaan maulid nabi sebagai bentuk rasa cinta mereka kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menganggap orang yang tidak merayakan maulid Nabi atau orang yang melarang perayaan maulid sebagai orang-orang yang tidak mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu ini keliru, karena bukti kecintaan kepada Nabi bukan dengan perayaan maulid, tetapi dengan senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah-Sunnah nya.

  3. Beberapa Kegiatan Dalam Perayaan Maulid Nabi[2]

    Berikut beberapa kegiatan yang biasanya ada dan umum dilakukan dalam perayaan maulid Nabi :

    • Penyampaian ceramah atau khutbah tetang sirah nabawi atau tema yang lainnya yang sesuai dengan acara maulid.
    • Pembacaan dzikir, qasidah, maupun shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
    • Menyiapkan berbagai jenis makanan yang dikhususkan untuk hari maulid, dan diberikan kepada siapa saja yang hadir dalam acara maulid.
    • Menyiapkan tempat khusus untuk berkumpul merayakan acara maulid seperti masjid, aula, maupun lapangan.
    • Perayaan maulid biasanya diiringi dengan musik, nyanyian, menabuh gendang, bernyanyi dan menari, serta adanya ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, yang tentunya ini dilarang dalam syariat.
    • Serta kegiatan-kegiatan lainya yang terkadang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

  4. Perayaan Maulid Dalam Pandangan 4 Madzhab

    Semua madzhab yang 4 berpendapat bahwa merayakan maulid Nabi termasuk bid’ah yang tercela dan tidak boleh untuk dilakukan. Hal ini berdasarkan apa yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa tidak ada satupun riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in maupun para imam 4 dan ahli hadits tentang perayaan maulid Nabi. Justru asal muasal maulid Nabi berasal dari orang-orang syiah rafidah.

    Maulid Nabi justru merupakan bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang nasrani tatkala mereka merayakan kelahiran Isa ‘Alaiahissalam. Disamping juga di dalam perayaan maulid Nabi terdapat bentuk Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama yang mana Nabi Melarang hal tersebut. Bahkan didalam prakteknya juga terdapat banyak kemaksiatan yang sering dilakukan oleh orang-orang yang merayakan maulid nabi, diantaranya adanya ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, adanya musik dan nyanyian serta tarian-tarian yang justru merusak keagungan hari lahir Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam[3].

  5. Beberapa Pendapat Ulama Tentang Maulid Nabi

    Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah :
    Beliau mengatakan: “perayaan maulid nabi pada bulan rabiul awwal merupakan bid’ah munkaroh yang wajib untuk ditinggalkan, karena Allah telah mengganti dan mencukupkannya dengan dua hari raya, idul fitri dan idul adha. Adapun bukti kecintaan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak harus dengan perayaan maulid, akan tetapi dengan mengikuti dan berpegang teguh dengan syariatnya, membelanya, mendakwahkannya, dan istiqomah di atasnya, inilah bukti kecintaan yang sesungguhnya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam..

    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah : Beliau mengatakan: “perayaan maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, maupun tabiut tabi’in. Akan tetapi perayaan maulid Nabi terjadi pada abad ke-4 Hijriyyah. Apakah karena para sahabat yang tidak merayakan maulid Nabi lantas kita katakan mereka tidak mencintai Nabi? Apakah kita lebih pandai dalam mencintai dan mengagungkan Nabi dibandingkan para sahabat? Orang yang merayakan maulid nabi karena menganggap dia mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berarti dia menganggap kecintaanya kepada Nabi lebih besar dari kecintaan para sahabat. Akan tetapi kecintaan kepada nabi yang sesungguhnya dibuktikan dengan mengikuti sunnah-sunnahnya. Adapun perayaan maulid yang justru merupakan bidah dalam agama bukanlah bentuk kecintaan kepada Nabi.”

    Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah : Beliau mengatakan: “Imam Daarul Hijrah (Imam Malik) mengatakan:

    فما لم يكن يومئذ دينا، فلا يكون اليوم دينا

    “Apa yang pada hari itu tidak termasuk bagian dari agama, maka hari inipun bukan termasuk bagian dari agama”

    Pada hari ini, banyak kaum muslimin menganggap perayaan maulid nabi adalah bagian dari agama, sehingga terjadi banyak pertentangan antara para ulama yang membela sunnah dan para ulama pembela bid’ah. Bagaimana bisa perayaan maulid merupakan bagian dari agama, padahal belum pernah ada pada masa Nabi, para sahabat maupun Tabi’in, dan tidak juga pada masa tabiut tabi’in.

  6. Kesimpulan

    Perayaan maulid Nabi berdasarkan pendapat 4 madzhab merupakan perkara bid’ah yang tercela yang tidak boleh untuk dilakukan karena tidak adanya dalil dan contoh baik dari Nabi, para sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in.


    Referensi
  1. Dorar.net, حكم الإحتفال بالمولد, (https://Dorar.net, Di akses pada 29 September 2022, 09.43)
  2. Mhtwyat.com, حكم الإحتفال بالمولد النبوي في المذاهب الأربعة (https://mhtwyat.com, Diakses pada 29 September 2022, 09.43)
  3. Mhtwyat.com, حكم الإحتفال بالمولد النبوي في المذاهب الأربعة (https://mhtwyat.com, Diakses pada 29 September 2022, 10.52)

Penulis:
Ustadz Dirjo, M.Pd
حَفِظَهُ اللهُ

Posting Komentar