Kenapa Musik Haram?!

Daftar Isi

Alhamdulillahi robbil ’alamin, sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Salam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikutinya hingga hari kiamat, aamiin...

Kaum muslimin rahimakumullah, jika kita perhatikan pesta-pesta pernikahan, hari ulang tahun, TV sampai dengan HP tidak bebas dari yang namanya musik. Bahkan masjid dan tempat-tempat pengajian ikut diramaikan dengan musik. Karena mereka menganggap apa yang mereka dengar adalah musik Islami.

Tidak heran jika ada yang berdalih: “Saya mendengarkan musik tidak untuk hanyut dalam alunan lagunya, saya mendengarkan musik untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menambah semangat dalam beribadah”.

Saudaraku, bagaimana hukum musik itu sebenarnya? Dan adakah yang disebut dengan musik Islami?

Orang yang menghalalkan musik; baik yang islami (menurut anggapan mereka) atau tidak, sama dengan orang yang menghalalkan khamr (minuman keras) dengan dalih untuk pengobatan. Tidak ada bedanya dengan orang yang berkata: “Saya melihat wajah wanita cantik, bahunya, postur tubuhnya, bukan seperti orang-orang yang fasik. Saya melihatnya untuk merenungi kesempurnaan ciptaan Allah”.

Musik dan nyanyian merupakan hasil perpaduan antara syubhat dan syahwat, keduanya adalah merupakan penyakit hati. Orang yang menghalalkan musik hanyalah mengikuti prasangka yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Sebagaimana Allah berfirman,

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى

Artinya: “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka yang diinginkan oleh hawa nafsu.(QS. An-Najm: 23).

Selain itu musik dan nyanyian merupakan bentuk penyerupaan dengan orang-orang kafir, yang menjauhkan pecandunya dari Al-Qur’an. Oleh karena itu, banyak peringatan untuk menjauhinya, baik dari Allah, Rasul-Nya, para Sahabat dan ulama-ulama kita.

Diantaranya:

  • Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

    وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

    Dan di antara manusia ada orang yang menggunakan perkataan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu.(QS. Lukman: 6).

    Perkataan kosong dalam ayat di atas adalah lagu-lagu ataupun alat-alat musik, sebagaimana penafsiran Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan yang lainnya [Tafsir Ibnu Katsir: 6/331].

  • Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda,

    «مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»

    Artinya: ”Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.(HR. Abu Dawud: 4031 dan Ahmad: 5115).

  • Sahabat Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu berkata: “Nyanyian dapat menumbuhkan bibit kemunafikan di dalam hati, sebagaimana air dapat menumbuhkan tanaman.

  • Imam kita As-Syafi’i Rahimahullah memperingatkan: “Tidak boleh diterima persaksiannya (para pecandu musik), karena termasuk permainan yang dibenci dan menyerupai kebatilan. Barang siapa melakukan akan digolongkan sebagai orang idiot (kurang akal) serta jatuh harga dirinya.”

  • Ibnu Rajab Al-Hanbali juga mengatakan, “Tentang mendengarkan alat musik tidaklah diketahui adanya satu ulama salaf yang membolehkannya. Pendapat yang membolehkan mendengarkan alat musik hanyalah pendapat sebagian ulama belakangan yaitu zhahiri dan sufi yang merupaka orang-orang yang pendapatnya tidak diakui”.

Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam menyetarakan munculnya alat-alat musik dan biduwanita dengan tanda-tanda hari kiamat yang lain seperti: tersebarnya zina dan khomr. Sebagaimana beliau mengungkapkan dalam sabdanya:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ وَالمـَعَازِفَ

Akan muncul dari umatku nanti, beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik.(HR. Bukhari: 5590)

Dalam hadist lain Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ، يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا، يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ، وَالْمُغَنِّيَاتِ، يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الْأَرْضَ، وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ

Akan ada sebagian dari umatku yang meminum khomr dan menyebutnya dengan nama yang lain. Mereka didendangkan padanya alat-alat musik dan biduwanita. Allah membenamkan mereka ke dalam bumi dan mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi.” (HR. Ibnu Majah: 4020)

Selanjutnya bagaimana penjelasan hadist Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Salam, ketika beliau menyuruh Abu Bakr Ash-Ashidiq untuk membiarkan anak-anak gadis yang menabuh rebana pada hari raya?

Ibnul Qayim Rahimahulloh menjelaskan: “Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Salam menyetujui ucapan Abu Bakr, bahwa tabuhan rebana itu adalah nyanyian syetan, namun beliau mengecualikan pada hari raya bagi anak-anak gadis tersebut untuk menunjukan kegembiraan dan keceraiaan pada hari itu. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa Rasulallah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam membolehkan hal itu setiap waktu.

Dari penjelasan di atas beserta dalil-dalilnya, jelaslah bahwasanya musik dan nyanyiannya itu haram hukumnya dilihat dari beberapa sisi, diantaranya:

  1. Musik dan nyayian merupakan jebakan syetan untuk menjauhkan manusia dari Al-Qur’an.
  2. Musik merupakan perpaduan antara syubhat dan syahwat, hasil prasangka dan hawa nafsu tanpa ilmu.
  3. Musik merupakan syi’ar orang–orang kafir yang mana kita dilarang untuk menirunya.
  4. Munculnya alat-alat musik dan biduwanita disetarakan dangan tanda-tanda hari kiamat lainnya, seperti perzinaan dan khamr.
  5. Ancaman Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Salam bagi pelakunya, bahwa Allah akan merubah mereka menjadi kera atau babi.

Oleh karena itu, segala bentuk muamalah yang berhubungan dengan musik diharamkan. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

Tidak dihalalkan mengkomersilkan penyanyi atau membelinya dan memperdagangkannya. Hasil jual beli antara mereka adalah haram.” (HR. Imam Thobroni, dan dishohihkan oleh Albani)

Maka cukuplah Al-Qur’an sebagai penghibur kita, tatkala kita sedih, cukuplah Al-Qur’an sebagai pengingat kita, tatkala kita lupa, cukuplah Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kita, tatkala kita tersesat. Wallahu A’lam bish Showab.

Referensi lain:

  • Kifayatul Akhyar, karya Imam Taqiyudin rohimahulloh
  • Noktah-noktah Hitam Senandung Syetan, karya Ibnul Qoyim Al-Jauziy rohimahulloh

Penulis:
Ustadz Nopi Indrianto, B.A, M.H
حَفِظَهُ اللهُ

Posting Komentar