Cara Para Nabi Menyiapkan Generasi

Daftar Isi

Selalu ada saat pemimpin harus pergi, generasinya harus berganti, dan sejarahpun berubah wajah. Untuk mengantisipasi hal itu "Nabi Ibrahim a'laihisalaam bersama Nabi Ismail a'laihisalaam berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua  patuh tunduk kepada-Mu dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu." (Al-Baqarah: 128)


Pendidik maupun orang tua yang bertanggung jawab selalu berpikir bagaimana nasib generasi selanjutnya. Dia akan berusaha menyusun sistem hidup yang paling baik kondusif bagi kehidupan penerus mereka. Karena, jika generasi itu tidak siap mengisi hidup dengan baik, maka Allah akan menggantinya dengan generasi yang lain yang diharapkan untuk memperbaiki keadaan itu. 
"Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami lihat bagaimana kamu berbuat." (Yunus:14)

Nabi Ibrahim citra pemimpin dan juga orang tua yang khawatir kegemilangan hidup yang beliau torehkan harus kembali kepada kesuraman karena kesuraman itu identik dengan kehancuran.  Kepedulian beliau terhadap generasi penerus, sehingga berjuang sekuat tenaga untuk mendidik mereka dengan sebaik-baiknya, lahir maupun batin.
 
Usia anak merupakan usia yang paling subur dan panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi orang tua dan pendidik untuk menanamkan pondasi - pondasi yang kokoh dan nilai-nilai yang baik pada jiwa dan akhlak anak. 

Salah seorang ulama berkata, "Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya adalah emas  yang belum diukir, tidak ada lukisan dan gambar. Bila di biasakan dalam kebaikan dan diajarkan maka ia akan tumbuh diatasnya. Orang tua, guru dan pendidikanya akan membuat berbahagia dunia dan Akhirat. Apabila di biasakan dengan kejelekan dan dibiarkan seperti binatang maka ia akan sengsara dan binasa. Dosanya ditanggung juga oleh pendidik dan orang tuanya."
Bicara tentang pendidikan dan penghasuhanya bukanlah termasuk hal  yang sia-sia. Bukan juga sebagai penyempurna saja. Tetapi merupakan sesuatu yang fundamental dan wajib, khusus bagi orang tua, dan umunya bagi pendidik.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُ‍‍سَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَّقُودُهَا ال‍‍نَّ‍‍اسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِ‍‍دَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak yg mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At Tahrim: 6)

Ali bin Abi Thalib ketika menafsirkan ayat tersebut berkata, "Didiklah dan ajarilah mereka."

Dengan demikian, pengajaran dan pendidikan artinya Surga, dan menyepelekannya berarti Neraka. Maka tidak ada alasan untuk menyepelekan kewajiban ini, tetapi harus melakukan pendidikan dan pengajaran karena itu merupakan sebaik-baik hadiah. Dan lebih baik dari dunia beserta isinya.

علموا ويسروا ولا تعسروا

"Ajarilah, permudah, jangan mempersulit ." (HR. Ahmad dalam Al-Musnad) sanadnya shahih

Hendaknya orang-orang tulus dari umat ini berjuang dan berbuat ikhlas untuk membina generasi seperti generasi yang telah dibina oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalaam. Hal ini tidak akan terwujud kecuali mengikuti teladan dan manhaj (metode) beliau. Allah berfirman, 

وَإِ‍‍نْ تُ‍‍طِيعُوهُ تَهْتَدُوا

"Dan jika kamu taat kepadanya (Muhammad), niscaya kamu mendapat petunjuk." ( An -Nur: 54)

Petunjuk tidak akan didapatkan dari aliran atheis, aliran pemikiran, kebudayaan Barat atau pemikiran sekulerisme.

Cara orang tua menjaga anaknya adalah dengan cara mendidiknya, membiasakan dan mengajarinya dengan akhlak yang baik, serta menjauhkannya dari teman yang jelek. 
Ketika orang tua sudah melihat anaknya tanda-tanda tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk) maka dia harus memberikan pengawasan yang baik.

Tanda pertama adalah muncul sifat malu. Apabila ia mempunyai sifat malu dan meninggalkan sebagian perbuatan tertentu, maka yang demikian itu pertanda sudah muncul cahaya akalnya. Seorang anak yang pemalu tidak boleh di sepelekan. Tetapi dibantu dengan mendidiknya lewat sifat malu itu. Seorang anak yang ditelantarkan pada awal pertumbuhannya biasanya akan memiliki perangi kurang baik. Seperti pendusta, pendengki, pencuri, suka membicarakan orang lain, manja, banyak melakukan hal yang sia-sia , tertawa, banyak tipu daya dan tidak punya rasa malu. Dia bisa dijaga dari semua ini lewat didikan yang baik. 

Kemudian hendaknya mereka disibukkan dengan perpustakaan, diajarkan Al-Qur'an dan Hadits Nabi, juga cerita orang-orang yang baik untuk menanamkan di hati mereka kecintaan kepada  orang-orang sholih. Apabila terlihat dari anak perilaku yang baik dan terpuji, maka seyogyanya mereka di berikan penghargaan dan hadiah yang menyenangkan serta dipuji di hadapan orang lain. Jika di suatu ketika sesekali mereka melakukan yang menyimpang, maka sebaiknya dibiarkan tidak dicaci maki dan dibuka kejelekanya. Apabila dia berusaha menyembunyikan dan menutupinya. Bila ia melakukannya untuk kedua kalinya, maka perlu dinasehati secara diam-diam dan di katakan kepadanya, "Jangan kamu mengulangi lagi seperti ini atau kamu akan di ceritakan kepada orang banyak."

Jangan terlalu sering memarahi mereka, karena mereka akan terbiasa dengan celaan dan melakukan kejelekan. Akhirnya perkataan tidak lagi bermakna di hatinya. Hendaklah menjaga kewibawaan perkataan di hadapannya. Jangan dicela kecuali sesekali. Ibu jangan menakut-nakutinya dengan ayah sehingga melarangnya kejelekan (karena takut ayah).

Dan biasakanlah anak-anak di waktu pagi hari untuk berjalan, bergerak dan berolahraga, agar tidak malas. Mereka harus dilarang menyombongkan diri dibiasakan bersikap tawadhu (rendah hati)
ajarilah anak untuk menghormati teman sepergaulanya. Berbicara lembut kepada mereka. Juga perlu tidak dibiasakan untuk tidak meludah dan membuang ingus didalam majlis. Tidak menguap di hadapan orang lain. Tidak membelakangi orang lain dan tidak menaruh kaki diatas kaki lainya. Tidak menaruh telapak tangan dibawah dagunya. Tidak menyandarkan kepalanya pada lengannya. Karena itu semua merupakan tanda orang malas. Anak perlu diajarkan duduk (yang sopan) dan dilarang banyak bicara. Juga perlu dijelaskan semua itu tanda orang tidak punya malu. Juga perlu dilarang banyak bersumpah baik jujur atau dusta, agar tidak terbiasa sejak kecil. dsb

Waallahu A'lam

Referensi:
أطفال المسلمين كيف رباهم النبي الأمين صلى الله عليه وسلم

Penulis:
Ustadz Syam Abu Zaidan
حَفِظَهُ اللهُ

Posting Komentar