Akankah Sama?
Libur panjang telah usai, terasa begitu cepat hari hari itu berlalu. Huuuhhh helaku panjang penuh ketidakpuasan. Rasanya menyesakkan sekaligus menyedihkan. Bukan, bukan karena masa liburnya yang telah habis, melainkan kepulanganku dimasa libur tak kugunakan dengan apik. Ahh aku iri dengan temanku yang lain mungkin mereka menggunakan masa liburannya dengan maksimal.
Jujur aku terlalu percaya diri untuk siap pulang, kubayangkan bertemu keluargaku sembari membersamai mereka, mecurahkan bakti kepada orang tuaku, memupuk semangat belajar, memperbaiki dan mengulang kembali hafalanku. Telah kususun plan-plan itu untuk mengisi hari kepulanganku.
Namun, setibanya aku disini, dirumah tercinta ini dalam pelukan keluarga terkasih. Bukan kebiasaan di pondok yang kubawa, melainkan kebiasaan dahulu yang kembali memelukku dengan eratnya. Pantaslah ustadz dan ustadzah selalu mewanti-wanti, "pulang nanti tetap jaga semangat yak nak, terlagi jaga imanmu, ilmu yang sudah didapat disini kebiasaan baik yang telah kau bangun jangan sampai redup bahkan kau biarkan menghilang begitu saja. Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada" kurang lebih begitu nasihat beliau yang sebenarnya terus terngiang pada benakku.
Namun menjaga semangat, keistiqomah dan iman dikala liburan memanglah tak semudah yang kubayangkan. Hal yang sia-sia terlalu menyibukkanku hingga rencana yang harusnya terlaksana menjadi kacau balau antah barantah karena tak tegasnya jiwa ini pada ragaku. Sebenarnya aku paham betul jikalau diri ini sedang berada dalam kungkungan kelalaian namun tetap saja kubiarkan ia hanyut dalam kemalasan, kubiarkan semangatku tergerus perlahan.
Memoar sebelum pulang serasa dihadapkan kembali padaku membisikan rencanaku yang tak kunjung ku realisasikan. Katanya ingin sepenuh hati berbakti kepada umi abi, namun sesampainya di rumah disuruhpun masih nanti-nanti. Katanya akan Istiqomah sholat tepat waktu, nyatanya adzan berkumandang masih cari-cari alasan untuk nanti dulu. Katanya akan berusaha semaksimal mungkin untuk murojaah dan ziyadah, ehhh baru buka kok ahh udahlah. Yang ketika di pondok sudah jarang pegang handphone kok bisa dirumah dibuat lalai olehnya.
Hatiku merasakan gersang, lantas berteriak, menjerit dan memekik menginginkan kembali dirinya tersiram dengan keimanan dan semangat dalam hal kebaikan. Cahaya yang awalnya hendak bersinar benderang kubiarkan ditiup angin keterlalaian yang menjadikan redup hendak menghilang menyisakan remang dan kegelapan.
Kupikir bekal yang kubawa telah cukup untuk menjalani hari liburku dengan teratur, namun lagi lagi aku keliru. Penuh sesal karena hari itu berlalu begitu saja. Aku ingin kembali, mau sampai kapan seperti ini?
Tersentak diriku dari lamunan penyesalan, lantas berganti kilatan cepat yang merasuk dalam benakku. Yang membuatku bertanya "Lalu bagaimana keadaanku nanti saat perpulangan yang sebenarnya? Akankah sama? Merasa bekal yang dibawa telah cukup, namun semua berakhir berantakan tak sesuai ekspektasi lantas menginginkan untuk bisa kembali. Akan semenyesal aku nanti? Sedang tempat kembali tak mungkin kudapatkan setelah mati." jantungku berdetak lebih cepat, membayangkannya saja membuat gemetar.
Sungguh Rabb-ku Maha Baik, Dia tak pernah bosan memberiku kesempatan. Terus-menerus memberiku peluang, berulang kali. Berulang kali pula aku masih mengecewakan-Nya, tak menghiraukan panggilan-Nya.Wahai jiwaku tidakkah engkau malu, padahal yang menciptakanmu begitu mencintaimu, berharap dirimu mendekat kepada-Nya. Wahai jiwa dan ragaku kumohon mari bersinergi menyiapkan yang terbaik, jangan sampai sesal yang kembali menyapamu. Jangan kau biarkan dirimu terus larut dalam dekapan kegelapan keterasingan.
Agar jika esok pulang, tiada lagi penyesalan. Entah pulang untuk menikmati masa liburan atau pulang dalam arti yang sebenarnya. Karena kaupun tak tau siapa yang akan datang duluan.
Penulis:
Auliya Hanifa
Posting Komentar