Hijrah itu Mudah, Istiqomahnya yang Susah

Daftar Isi

Suatu hari di malam yang sunyi dengan ditemani bulan sabit yang begitu cantik, tampak seorang gadis bernama Mala sedang berbaring di rumput rooftop rumahnya. Ia termenung menatap bulan itu. Ia memikirkan masa depannya. Bukan memikirkan esok ia akan jadi apa, tapi tentang hari yang pasti akan terjadi yaitu hari kiamat. Hari dimana kehancuran alam semesta dan segala kehidupan yang ada di dalamnya.

Ia amat begitu takut akan hal yang pasti akan terjadi itu. Ia memikirkan perbuatan-perbuatan dosa yang telah ia lakukan.

Kala itu, saat ia masih duduk di bangku SMA kelas 3, ia memulai perjalanan hijrahnya. Dari situ, ia memulai dengan merubah gaya pakaian yang dikenakan. Yang awalnya ia memakai celana, sekarang memakai gamis serta khimar lebar.

Hingga suatu hari ibu bertanya, "Dek, besok mau lanjut kemana?". Satu pertanyaan yang membuatnya berpikir. Sungguh ia tak tau akan melanjutkan pendidikan dimana. Sebenarnya ia belum siap untuk kuliah dan dunia perkuliahan luar sana.

Sehari-hari ia terus memikirkan esok ia akan kemana. Hingga akhirnya ia memikirkan satu hal yaitu kuliah sambil mondok. Mala akhirnya mengatakan keputusannya kepada ibu dan ayahnya. Tentu saja respon yang diberikan keduanya sangat senang. Walaupun kedua orangtuanya menginginkan ia kuliah di universitas negeri seperti UNDIP, UGM, UNS, dll.

Esoknya ayah mencari informasi tentang pesantren-pesantren ma'had aly yang ada, dibantu dengan teman ayah yang kebetulan juga seorang ustadz, beliau merekomendasikan sebuah pondok pesantren yang ada di Wonogiri.

Setelah menelusuri pondok tersebut, ayah berbicara kepada Mala dan Mala menyetujuinya. Lalu, pada hari ahad, ayah mengajak Mala untuk mensurvei pondok tersebut. Disana Ayah menemui ustadz untuk bertanya-tanya tentang pondok. Setelah beberapa jam, akhirnya Ayah dan Mala pulang kerumah.

Hari demi hari terus berlanjut, akhirnya Mala lolos masuk ke pesantren tersebut. Ia menjalani hari-harinya di pondok dengan baik. Awalnya ia tak mengerti apa yang ustadz/ustadzah serta ukhty-ukhty lain katakan. Karena disana, mereka menggunakan bahasa arab dalam sehari-hari, di kelas maupun luar kelas. Terkadang juga ia malu kepada teman-teman lainnya, mereka lancar dalam membaca Al-Qur'an dan memiliki hafalan karena mereka rata-rata berasal dari pondok, boarding school atau MA. Sedangkan, Mala belum lancar membaca Al-Qur'an dan belum memiliki hafalan surah sama sekali. Tapi ia meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa seperti teman-teman yang lain. Lambat laun ia bisa memahami, walaupun sedikit tapi setidaknya ia bersyukur bisa belajar disana.

Hijrah itu mudah. Istiqomahnya yang susah. Inilah fase yang tersulit, memang benar ada fase dimana rasa ingin tabu, ingin berubah, ingin dekat dengan-Nya itu luntur. Ada saat dimana semangat itu lambat laun memudar, terkalahkan dengan hal yang lebih memuaskan hati. Tak ada yang bisa merubah seseorang pun, kecuali atas kemauan sendiri dengan izin Allah. Pada masa 'perubahan' kita hanya butuh berjalan dengan pelan. Maka ketika kita menjaga perubahan itu, kita harus memeluknya erat-erat. Agar tak ada satupun dari perubahanmu yang akhirnya lepas satu persatu dan mengembalikanmu ke masa lalu.

Selamat berjuang dijalan Allah, yakinlah atas izin Allah, aku dan kamu pasti bisa!

Penulis:
Anastasia Amalia Putri

Posting Komentar